Buku Caitlin Clark Karya Christine Brennan Lebih Tentang Keluhan daripada Kehebatan

## “On Her Game”: Lebih Banyak Keluhan daripada Kehebatan Clark?

Buku terbaru Christine Brennan, “On Her Game: Caitlin Clark and the Revolution in Women’s Sports,” telah menjadi topik hangat di dunia bola basket wanita bahkan sebelum satu eksemplar pun mendarat di rak buku.

Sebagai seorang kolumnis olahraga veteran, Brennan memulai pelaporannya musim panas lalu, di tengah tahun rookie Clark, menjanjikan sebuah eksplorasi mendalam tentang fenomena Caitlin Clark dan dampaknya terhadap olahraga wanita.

Namun, setelah membaca tuntas, saya merasa buku ini lebih condong ke arah keluhan dan kritik daripada merayakan kehebatan sejati Clark dan revolusi yang ia inspirasi.

Brennan jelas memiliki pemahaman mendalam tentang lanskap olahraga wanita.

Ia merangkai narasi yang cukup informatif tentang perjalanan Clark dari bintang SMA di Iowa hingga sensasi nasional di Universitas Iowa dan akhirnya, ke WNBA.

Statistik dan fakta disajikan dengan rapi, memberikan konteks yang solid untuk memahami dominasi Clark di lapangan.

Kita diajak menelusuri rekor demi rekor yang dipecahkan, tembakan-tembakan ajaib yang menghipnotis penonton, dan dampak ekonomi yang luar biasa yang ia bawa ke liga.

Namun, di sinilah letak masalahnya.

Di sela-sela pujian yang sesekali dilontarkan, Brennan seolah terobsesi untuk menyoroti sisi negatif dari fenomena Clark.

Ia mengkritik liputan media yang dianggap berlebihan dan tidak proporsional, menyoroti ketidaksetaraan antara Clark dan pemain WNBA lainnya yang telah berkarier lebih lama.

Brennan juga mempertanyakan motivasi di balik popularitas Clark, menyiratkan bahwa sebagian didorong oleh rasisme dan seksisme.

Analisis ini, meskipun mungkin memiliki dasar kebenaran, terasa kurang adil terhadap Clark.

Ia seolah dihukum karena kesuksesannya sendiri, dituduh secara implisit memanfaatkan sistem yang tidak adil.

Brennan gagal sepenuhnya mengakui bahwa Clark sendiri juga merupakan korban dari ketidaksetaraan yang sama.

Mengapa ia tidak berhak menerima pengakuan dan pujian atas kerja keras dan talentanya?

Lebih jauh lagi, Brennan kurang mengeksplorasi sisi positif dari dampak Clark.

Ia memang menyebutkan peningkatan kehadiran penonton dan penjualan merchandise, tetapi ia gagal menggali lebih dalam dampak inspirasional Clark terhadap generasi muda.

Ia tidak sepenuhnya menghargai bagaimana Clark telah membuka jalan bagi lebih banyak pemain wanita untuk mengejar impian mereka di dunia bola basket, dan bagaimana ia telah membantu mengubah persepsi masyarakat tentang olahraga wanita.

Secara keseluruhan, “On Her Game” terasa seperti kesempatan yang terlewatkan.

Buku ini memiliki potensi untuk menjadi perayaan yang menginspirasi tentang kehebatan Caitlin Clark dan revolusi dalam olahraga wanita.

Namun, alih-alih itu, ia jatuh ke dalam perangkap keluhan dan kritik yang berlebihan, meninggalkan pembaca dengan rasa pahit dan pertanyaan: mengapa begitu banyak fokus pada apa yang salah, dan begitu sedikit pada apa yang benar?

Saya berharap Brennan akan merefleksikan kritik ini dan mempertimbangkan untuk menulis ulang narasi ini dengan perspektif yang lebih seimbang dan merayakan.